Langsung ke konten utama

KEBAHAGIAAN DAN UANG


KEBAHAGIAAN DAN UANG
Kita sering mendengar kalimat “kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang”. Terkadang aku sering merenung ketika mendengar kata – kata ini. Banyak sekali kebenaran dan tentang kalimat ini melalui pengakuan dari beberapa sahabat. Tapi entah sejak kapan aku berfikir “hal itu memang benar, tapi tidak sepenuhnya benar”.
Otak selalu mengirimkan sinyal kemulut hingga berucap “Uang memang takkan mampu membeli kebahagiaan, namun uang mampu mendekatkan kepada kebahagiaan”. Ironinya adalah, ketika ada sahabat yang mendengar kalimat itu, ada yang menjawab “Ahh, itu kamu saja yang jauh dari Tuhan”. Pelik, otak menangkap sinyal itu dan mengatakan “Itu benar dan itu memang benar”.
Kembali aku merenungkan kalimat yang pernah pernah terucap dari mulutku tentang “Uang memang takkan mampu membeli kebahagiaan, namun uang mampu mendekatkan kepada kebahagiaan”. Bagaimana tidak? Salah satu contoh adalah berkumpul dengan keluarga mungkin merupakan kebahagiaan yang hampir semua orang mengiyakan. Namun, bagaimana jika kita terpisah jauh dari keluarga, perantau mungkin, tugas luar kota mungkin. Untuk mencapai salah satu kebahagian yaitu “berkumpul dengan keluarga”, dengan sudut pandang orang yang jauh atau perantau, saat ingin mencapai “berkumpul dengan keluarga” dia harus membeli tiket kereta, tiket pesawat, membawa oleh – oleh, dan mungkin sesuatu yang harus didapatkan menggunakan uang agar bisa “berkumpul dengan keluarga”. Bahkan mungkin terbesit fikiran “Apakah aku sudah cukup sukses”, “Apakah aku sudah cukup punya uang untuk pulang”, “Apakah aku sudah cukup kaya untuk merubah nasib keluargaku di kampung halaman”, "atau jangan - jangan jika aku pulang aku malah merepotkan"
Ah, sudahlah. Kebahagiaan mungkin bernilai relatif, tak semua orang memiliki kebahagiaan yang sama, entah itu dengan uang ataupun tidak. Bahkan, kebahagiaan itu sendiri mungkin memiliki banyak arti bagi masing - masing individu.
Entah sejak kapan otak ini kacau dan memulai menulis atau lebih tapatnya “mengetik” dan membuangnya dalam blog ini. Mungkin ini sekedar jalan mengeluarkan fikiran - fikiran yang meracu tak karauan didalam otak.
Ada teman yang mengingatkan “Jika kamu ingin bahagia tanpa peduli kamu memiliki harta atau tidak, beribadahlah dengan baik. Jika belum mampu beribadah dengan baik maka selalu bersyukurlah dengan apa yang kamu miliki sekarang, dan jadilah kamu orang yang baik dengan sesama, sembari kamu memperbaiki ibadah kamu”.
ryusalsalamrudi
Sukoharjo, 31 Januari 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAPRAH

“KAPRAH” Seorang pemuda, sebut saja namanya Supri. Sedang asyik duduk santai di poskamling, sambil menghisap rokok hasil ngecer dari warung depan perkampunganya sore tadi. Maklum namanya kampung, warung ataupun toko memang biasanya ada di pinggir jalan depan perkamupungan. Sembari menunggu kawan – kawan rondanya Supri terus melanjutkan kenikmatan menghisap batang rokoknya, “Fushh..”. “Iki menungso – menungso elek kok podo nyandi kok ora njedul – njedul, wis arep jam’e rundho lho iki” gumam Supri. Belum lama setelah Supri bergumam datanglah Sudrun menuju pos kamling. “Drun, arep nyandi?” tanya Sudrun”. “Nyang ngarepan” jawab Sudrun singkat dan berlalu begitu saja meninggalkan Supri di pos kamling. “Ndlegekk.. di takoni kok semaure gag enek benere blass” gerutu Supri. Tak lama berselang datang kembali Sudrun di pos kamling dan langsung duduk di sebelah Supri sambil menengok kanan dan kiri dan menyulut rokok yang sudah ada d mulutnya. “Seko ngendi koe mau Drun” tanya Supri...